Packy:
“Hai kawan-kawan, sudah registrasi ikutan FGDexpo? Banyak lho yang bakal didapat. Kemarin, Packy beli sebungkus singkong goreng seharga 7 kali lipat dari yang biasa Packy beli. Mau tahu rahasianya? Baca dulu yang ini, lalu kita rame-rame datang ke FGDexpo buat berbagi pengalaman. Ayo buruan…!”


KREATIFITAS DESAIN, SEBUAH STRATEGI PEMASARAN

Berapa persen? Bisa ratusan, ribuan, bahkan tidak terhingga selama konsumen masih mau membeli. Begitulah penegasan Andi S Boediman, ketika ditanya soal nilai tambah desain terhadap pemasaran produk.

Andi adalah desainer yang menimba ilmu hingga negeri Paman Sam, lalu “tersesat” ke dunia advertising, mengajar dan kini menjadi seorang professional. Berbagai brand terkenal, memantapkan posisi marketnya berkat sentuhan Andi.

"Kemasan menunjukkan citra suatu produk. Jika dikemas dengan baik dan menarik, produk tersebut sudah pasti memiliki nilai tambah di mata konsumen," kata Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) Provinsi Jabar Mustopa Djamaludin.


Menurut Mustopa, KUKM di Jabar memproduksi 1,1 jenis produk dan hanya 30 persen atau 330.000 produk telah memerhatikan pengemasan. “Sebanyak 70 persen produk belum sesuai keinginan pasar,” tegasnya seraya menjelaskan bahwa Pengemasan yang baik memiliki keterbacaan merek dagang dan bahan baku kemasan yang rapi.

Tak hanya di Jawa Barat, sebagian besar produk koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah di Indonesia belum dikemas dengan baik, rapi, dan menarik. Kondisi itu menyebabkan pemasaran produk-produk industri kecil tersebut selalu terhambat dan kurang diminati konsumen.

Jadi, benar bahwa kreatifitas dalam mendisain kemasan, akan menambah nilai sebuah produk, dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemasaran. Itu sebabnya, kreatifitas desain, kini makin diperhitungkan sebagai sebuah strategi pemasaran. Sayangnya, belum semua pemilik produk memahami ini, terutama dari kalangan usaha kecil menengah [UKM] yang produknya sangat banyak, bahkan menguasai pasar-pasar tradisional.

Kendala yang dihadapi saat ini, antara lain belum berpihaknya desainer yang masih terkesan mahal, akibat kurangnya kesadaran pemilik produk untuk mendesain lebih bagus dan menarik terhadap desain kemasan. Masyakat dibawah pada tingkat pasar tradisional masih beranggapan yang penting barang laku dijual. Namun demikian, di kelas menengah ke atas, kesadaran itu tumbuh lebih cepat.



SDM kemasan masih langka

Setali tiga uang, disatu sisi pemilik produk masih ada yang belum menyadari pentingnya “memaksa” pasar membeli lebih mahal untuk membayar kreatifitas kemasan, disisi lain SDM kemasan juga masih terbatas. Artinya, dibutuhkan banyak lulusan perguruan tinggi di bidang kemasan. Saat ini, STIKOM Surabaya dan Politeknik Negeri Jakarta adalah diantara perguruan tinggi di Indonesia yang punya talenta bagus mencetak SDM kemasan, terbukti lulusannya adalah mahasiswa-mahasiswa yang merupakan “pesanan” perusahaan bahkan sebelum mereka lulus.

Artinya, masih terbuka luas kesempatan kerja di lapangan ini, baik sebagai penyuluh, pengajar, maupun tenaga professional yang akan bersinergi dengan tumbuhnya kesadaran pemilik produk terhadap strategi pemasaran melalui kreatifitas desain kemasan.

“Kedepan, Lulusan di bidang Kemasan tidak hanya akan menjadi “tukang”. Banyak perusahaan yang berhubungan dengan packaging (kemasan) pasti membutuhkan orang-orang yang mengerti packaging. Dan bisa saja dia menjadi Manager Quality Control di perusahaan itu.” Ungkap Hengky, salah satu packaging expert di FGDforum [Forum Grafika Digital], sebuah organisasi nirlaba bidang grafika packaging, promotion dan publishing.

Optimisme Hengky mengenai masadepan SDM Kemasan, seiring dengan kenyataan, bahwa sekitar 30% output global industri pengemasan dunia berasal dari Asia Tenggara, utamanya Indonesia.

Dan ini diperkuat oleh pernyataan President Interpack, dan anggota Asosiasi Industri Mesin Jerman [VDMA], Erhard Rustler, ''saat ini negara Asia telah menggantikan Amerika Utara dan Eropa Barat sebagai produsen industri pengemasan (packaging) nomor satu.”



Kreatifitas, Senjata Merebut Pasar

Dari data dan fakta diatas, dapat disempulkan bahwa jangan pernah remehkan kreatifitas kemasan, karena berpengaruh terhadap nilai tambah produk, dan Indonesia, dengan aneka ragam latar belakang karakter kreatif serta SDM yang cukup banyak, seharusnya tak hanya menjadi pasar, namun juga harus menjadi brandmaker, desainer dan supplier kemasan-kemasan kreatif yang diminati pasar.

Selain kemauan me-repackage produk, misalnya singkong seperti yang dibeli Packy diatas, tentu saja kreatifitas desainer membaca dan meramalkan pasar juga penting. “Tren forecasting perlu, terutama untuk desainer agar karyanya merupakan olah kreatif dan inovasi yang menghasilkan spirit kekinian.” Jelas Irvan Noe’man, Penggagas Indonesia Creative Center [ICC].
Masih menurut Irvan, Direktur Eksekutif ICC ini juga mendorong para desainer untuk menyadari betapa Indonesia ini memiliki kekayaan etnik luar biasa, terbanyak di dunia. “Dengan melalui sebuah proses inovatif dan desain, produk desain yang mengacu kepada tren dan diramu dengan kekayaan etnik tersebut, akan menghasilkan produk dengan spirit kekinian yang akan mudah dijual di pasaran.”

Berani tampil beda dalam desain, adalah salah satu “senjata” di era persaingan pasar yang makin bebas dan kompetitif. Mayoritas pengunjung, memutuskan untuk membeli setelah melihat tampilan pada kemasan.


FGDexpo2009, Bukan Pameran Biasa

Layaknya pameran industri grafika, akan ditampilkan aneka mesin dan produk industri grafika Packaging yang punya mascot Packy, Promotion dengan mascot Printy dan Publishing dengan mascot Publy. Namun FGDexpo sejak awal digelar tahun 2003, selalu digelar dengan tampilan dan activation berbeda. Seminar, conference, workshop dan aneka kegiatan komunitas grafika adalah khas FGDexpo yang tak dimiliki pameran lainnya.

Diselenggarakan pada 30 Juli-2 Agustus 2009, pameran ini sebelumnya berhasil mendatangkan lebih dari 72.000 pengunjung dan menjadi pameran grafika terbesar Asia Tenggara.

Informasi dan registrasi, dapat dilakukan secara online di www.fgdexpo.net atau hubungi Sekretariat FGDforum di Jl. Pegambiran No. 591 Rawamangun Jakarta Timur 13220 Telp. 021-70648360, 94696948, Fax : 021-4894828 [Mahar, Diny, Dasi], dan PT. DYANDRA PROMOSINDO, The Jakarta City Tower, 7th Floor Jl. MH. Thamrin No.81 - Jakarta Pusat 10310 Telp. 021-3199 6077, 3199 6277 Trisa / Annisa.
Untuk mengunduh slide informasi lengkap, telusuri FGDexpo2009 di www.slideshare.net atau klik http://maharprastowo.blogspot.com/[MP]

Pertama, Pabrik Pemurnian Emisi CO2 Pemutih Kertas

“CO2 murni ini juga bisa digunakan dalam industri manufacture pengelasan, pemutihan kertas, fumigasi pada sektor pertanian ataupun serta secondary oil recovery”. [Menteri kehutan, M.S. Ka’ban]

Pabrik bernama PT RMI Krakatau Karbonindo yang berlokasi di Cilegon ini, berhasil melakukan ‘capturing’ dan ‘refinering’ emisi CO2 dari limbah buang PT Krakatau Steel. Teknologi yang digunakan berasal dari Union Engineering-Denmark. “Pendirian pabrik ini merupakan realisasi seminar United Nations Framework for Climate Change Conference (UNFCCC) di Bali tahun 2007 dan Kyoto Protocol,” ujar Dirut PT RMI Krakatau Karbonindo, Rohmad Hadiwijoyo.

Rohmad yang juga Direktur Eksekutif CIDES ini menjelaskan, sejak beberapa tahun lalu CIDES melalui perusahaan binaannya, PT RMI Krakatau Karbonindo, berinisiatif melakukan penerapan teknologi carbon capture. Langkah tersebut dilakukan sebagai upaya nyata mitigasi global warming. “Sejak beroperasi pertengahan April 2009, PT RMI Krakatau Karbonindo berhasil melakukan pemurnian emisi CO2 sebesar 3 ton/jam atau 72 ton/hari. Kapasitas produksi dapat ditingkatkan lagi hingga 18 ton/jam, disesuaikan dengan bahan baku yang tersedia dan perkembangan konsumsi CO2 murni di Indonesia,” papar Rohmad.

Industri pemurnian CO2 tidak saja memberi kontribusi pada penyelamatan lingkungan, namun dari segi ekonomi memiliki daya jual yang sangat tinggi. Produk akhir pabrik berupa CO2 murni standard food grade ini sangat diperlukan oleh berbagai jenis industri. Dalam industri makanan dan minuman, misalnya. CO2 murni digunakan untuk pembuatan minuman berkarbonasi, pengawetan makanan serta perikanan dengan dry ice, pemutihan gula, pembuatan rokok dan masih banyak lagi. CO2 murni ini juga bisa digunakan dalam industri manufacture pengelasan, pemutihan kertas, fumigasi pada sektor pertanian ataupun serta secondary oil recovery.

Saat ini kebutuhan CO2 murni di Indonesia mencapai 250 ton perhari. Hanya saja, C02 murni yang dihasilkan masih menggunakan bahan baku dari minyak bumi, sehingga harga jual CO2 murni menjadi mahal. “Berbeda dengan CO2 murni yang dihasilkan PT Krakatau Karbonindo. Selain, bahan baku diambil dari limbah emisi CO2 yang bila tidak diolah akan mengakibatkan pencemaran, harga yang ditawarkan pun menjadi jauh lebih murah,” kata kandidat Doktor Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang ini.

Terbukti, banyak perusahaan yang berminat membeli produk CO2 murni produksi PT RMI Krakatau Karbonindo. Saat ini PT RMI Krakatau Karbonindo telah menandatangi kontrak pemasaran dengan PT Iwatani Industries Jepang, Perusahaan minuman berkarbonasi, serta PT Molindo Inti Gas. “Beberapa perusahaan lain juga telah memesan CO2 murni kepada kami. Namun, karena produksi sudah habis terjual, maka kami tidak belum bisa memenuhi pesanan mereka,” tambah Rohmad. Diharapkan dengan pembangunan pabrik kedua dan ketiga yang segera dilakukan mulai tahun depan, tingginya kebutuhan CO2 murni di Indonesia bisa segera terpenuhi.

Untuk lebih mendukung upaya pengolahan limbah CO2, PT RMI Krakatau Karbonindo juga melakukan penandatanganan nota memorandum of understanding (MoU) assesment dan pengembangan potensi Clean Development Mechanism (CDM) di Indonesia dengan Eco-Securities. Clean development mechanism bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca untuk memperlambat pemanasan global.

Berdasarkan data Eco-Securities, baru beberapa proyek dari sejumlah industri nasional yang terdaftar dan dalam proses sertifikasi (Certified of Emission Reduction/CER) dari Executive Board Lembaga CDM di Uni Eropa. Industri yang melakukan sertifikasi akan mendapatkan keuntungan berupa kompensasi sebesar 5 -10 dolar AS dari pengurangan CO2 setiap tonnya. “Sesuai Kyoto Protocol bahwa setiap upaya negara berkembang untuk mereduksi gas rumah kaca akan mendapat kompensasi dana dari negara maju yang membeli sertifikat CER,” imbuh Dirut RMI Group ini.

Keberhasilan PT RMI Krakatau Karbonindo sebagai pioneer pemurnian gas CO2 merupakan contoh sukses bagi industri nasional ditengah kelesuan ekonomi dunia saat ini. Melihat keberhasilan itu Copenhagen Climate Council mengundang Rohmad Hadiwijoyo sebagai peserta kehormatan dalam World Business Summit on Climate Change : Shaping the Sustainable Economy di Kopenhagen 24-26 Mei 2009 serta dinominasikan menjadi best pratices mitigasi Global Warming dari Indonesia dalam forum COP UNFCCC-Convention of Parties United Nations Framework for Climate Change Conference di Kopenhagen Denmark December 2009.

Menteri kehutan, M.S. Ka’ban meresmikan pabrik pemurnian emisi CO2 pertama dan terbesar di Indonesia, Rabu (6/4). Peresmian pabrik dilakukan di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, yang dilanjutkan dengan Seminar Nasional “Implementasi Pengurangan Emisi Karbondioksida Sebagai Upaya Mitigasi Global Warming”.

“Dalam berbagai ajang kompetisi teknologi, mayoritas pemenangnya adalah mahasiswa Politeknik,” demikian disampaikan Prof. Dr. M. Nuh, DEA, Menteri Komunikasi dan Informasi [Menkominfo]. Artinya, lulusan Politeknik [sarjana non gelar], tidak bisa dipandang sebelah mata, karena justru merekalah tenaga terampil siap kerja, yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tinggi setara Diploma ini.

Kompetensi lulusan Politeknik Negeri Jakarta misalnya, tingkat penganggurannya hanya kurang dari 1 persen, itupun terjadi karena biasanya terjadi perubahan minat terhadap dunia kerja.

“Kalau pada kenyataanya, mahasiswa kita sudah dipesan oleh industri sebelum mereka lulus. Maka tak heran kalau pada saat wisuda, sudah banyak yang berstatus bekerja.” Ungkap Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi M. Soedarsono, DEA, Direktur Politeknik Negeri Jakarta [PNJ].

Karena itulah, menjadi tantangan bagi PNJ untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan sehingga meluluskan mahasiswa yang tidak hanya pintar secara akademik, namun juga memiliki sikap mental [attitude] yang mencerminkan profesionalitas. Hal ini dimulai dari proses rekrutmen yang ketat serta kedisiplinan yang diterapkan bagi warga kampus.

Untuk meningkatkan kompetensi, PNJ bekerjasama dengan Forum Grafika Digital [FGDforum] dalam berbagai hal antara lain peningkatan kualitas pendidikan seperti kuliah umum, magang industri, pengembangan kurikulum, beasiswa FGDforum, peningkatan studi lanjut, serta pengembangan standar kompetensi kegrafikaan. [mp]

Kalau kampanye lingkungan dilakukan oleh LSM dan bukan oleh Xerox, pasti jadi biasa.
Tapi ternyata kampanye itu memang dilakukan perusahaan yang ikut membuka jalan tampilnya Steve Jobs meniti karir dan kemudian menjadi icon industri ICT dunia. Dan dalam kampanyenya, Xerox bukan hanya sekedar menunjukkan punya kepedulian, tapi sudah melangkah ke value proposition. Xerox sebagai penyedia produk dan jasa berbasis mesin fotokopi menganjurkan kliennya untuk mengurangi pencetakan atau pengkopian dokumen, tetapi tetap berharap dapat untung.

Bagaimana caranya? Dengan erasable paper. Dengan teknologi ini, kertas dapat digunakan berkali-kali dengan melakukan pencetakan dan penghapusan dengan mesin Xerox. Sebagai perusahaan kedua terbesar di bidang printer-copier di dunia, Xerox memang selalu mencoba menghemat pengeluaran konsumennya dalam menggunakan kertas. Dulu, Xerox menjadi pencetus ide double-sided printing. Bagi Xerox, solusi dokumen yang lebih ramah lingkungan menjadi value-add bagi kliennya. Dengan demikian, margin yang diperoleh Xerox atau reseller-nya menjadi lebih besar.

Menjadi distributor atau reseller perusahaan yang produknya dicari seperti Xerox tidaklah sulit. Akan tetapi bisnis distribusi Xerox ini adalah bisnis yang mengandalkan penghasilan dari margin produk yang dijual. Semakin kecil value-add yang bisa ditawarkan sebuah reseller, semakin kecil margin yang bisa diraih. Value-add terbesar adalah ketika distributor mampu menawarkan berbagai produk ke dalam suatu solusi yang terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Karena itulah, PT Astra Graphia Tbk (ASGR) berkembang dari bisnis distributor menjadi bisnis solusi.

Menjadi bagian dari Astra International sebagai distributor eksklusif --lengkap dengan layanan purna jual-- dari mesin fotokopi Xerox sejak 1971, ASGR mengalami transformasi menjadi penyedia solusi dokumen. Seperti didefinisikan oleh ASGR, dokumen adalah alat penting yang menjadi jembatan transmisi informasi. Dengan demikian, sebuah perusahaan perlu suatu strategi dokumen mulai dari desain, produksi, sampai penyimpanan dokumen.

Saat ini separuh bisnisnya ditopang oleh Office Product Business yang menjual perangkat dokumen multi-fungsi sebagai solusi bagi klien perkantoran. Sisanya didukung oleh Production Service Business untuk solusi dokumen berskala produksi dan Printer Channel Business untuk solusi printing serta FX Global Services untuk jasa integrasi dan outsourcing solusi.

Karena dokumen itu tidak selamanya paper-based, sejak tahun 1983, ASGR mulai merambah masuk ke area solusi teknologi informasi (TI) sehingga mampu menawarkan solusi dokumen berbasis TI. Memasuki area baru, Singapore Computer Systems Limited (SCS) pun digandeng untuk membentuk SCS Astragraphia Tehnologies (SAT). Setelah proses pembelajaran dari SCS rampung, di tahun 2008 ASGR membeli kembali saham SAT dari SCS hingga perusahaan ini mempunyai unit bisnis solusi TI yang dimiliki penuh. Sinergi antara unit bisnis solusi dokumen dan solusi TI diharapkan mampu memperbesar value-add dari produk yang dijual sehingga ASGR semakin jauh dari status distributor yang rentan terhadap negosiasi harga dengan klien.

Tantangan terbesar sebuah perusahaan solusi, termasuk ASGR, adalah dalam hal pricing, terutama di saat klien mengincar penghematan di proses bisnisnya. Terlalu mahal, klien akan mencari harga yang lebih murah dari pesaing atau merancang solusi sendiri. Terlalu murah, perusahaan akan mendapat margin yang terlalu kecil untuk melakukan banyak pekerjaan di luar operasional rutin, mulai dari desain solusi, instalasi, sampai layanan purna jual.

Untuk menjawab tantangan tersebut, ASGR perlu mengedukasi klien bahwa margin yang dibayarkan di atas harga produk adalah untuk jasa customization dan integration produk ke dalam proses bisnis klien. Selain itu, ASGR sebagai an IT-based document solutions provider perlu memastikan bahwa customization dan integration memang menjadi value-add yang ditawarkannya.


===============================================================
Riset untuk artikel ini dijalankan oleh tim MarkPlus Consulting yang dikoordinasi oleh Bayu Asmara, Senior Consultant MarkPlus Consulting.

Source: KOMPAS/RENE L PATTIRADJAWANE

Dilatar belakangi dengan pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2008 mencapai 9,4 juta jiwa yang terdiri dari 4.5 juta adalah pengangguran terdidik 60 %nya adalah Sarjana.

" Mengapa Hal tersebut dapat terjadi ? "
Menurut sumber The Indonesian Institute Center for Public Research, adalah belum berjalannya konsep link and match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Dunia pendidikan kita masih berbasis pada product oriented, lebih fokus menghasilkan lulusan berkualitas dari sisi akademis. Semestinya, basis pendidikan kita lebih pada labour market based.

Berangkat dari uraian diatas, Harian Bisnis Indonesia terpanggil untuk turut mendukung tumbuhnya entrepreneurship di Indonesia melalui kegiatan
Young Entrepreneur Award (YEA).

Email Address
Office:Bisnis Indonesia
Location: Wisma Bisnis Indonesia Lt.5, Jl. K.H. Mas Mansyur No.12 A, Jakarta 10220

Harian Bisnis Indonesia dan CommonwealthBank mengadakan kegiatan Young Entrepreneur Award (YEA), bukan merupakan bisnis warisan orang tua maupun hibah dari orang lain dan bersedia disurvey apabila diperlukan.

1.Kategori Business Ideas
Merupakan bisnis yang belum berjalan (masih dalam bentuk business plan) yang merupakan karya asli, bukan hasil jiplakan. Dapat diikuti oleh perorangan maupun kelompok dengan batasan usia 18 – 35 tahun.

2.Kategori Pemula
Merupakan bisnis yang sudah berjalan tetapi tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Bisnis didirikan sendiri atau bersama orang lain, bukan merupakan bisnis warisan orang tua maupun hibah dari orang lain dan bersedia disurvey apabila diperlukan.

3.Kategori Utama
Merupakan bisnis yang sudah berjalan minimal 2 (dua) tahun atau lebih. Bisnis didirikan sendiri atau bersama orang lain, bukan merupakan bisnis warisan orang tua maupun hibah dari orang lain dan bersedia disurvey apabila diperlukan.

4.Kategori Celebrity
Public figure di dunia entertaint/sport dengan usia maksimal 35 tahun. Memiliki bisnis yang dirancang sendiri atau menjadi mitra dari suatu sistem bisnis lainnya dan bisnis yang dijalankannya bukan warisan orang tua atau hibah dari pihak lainnya.

PENDAFTARAN dilakukan dengan mengirimkan aplikasi selambat-lambatnya tanggal 12 Juni 2009. Dari Industri grafika packaging, promotion dan publishing ada kandidat? Buruan daftar. [www.yea.co.id]

By HILLEL ITALIE

NEW YORK (AP) —
The publishing industry has been fitted for 20-20-20 vision.

The Book Industry Environmental Council, a coalition of publishers, booksellers, librarians, printers and paper manufacturers, announced Thursday a goal to cut greenhouse gas emissions by 20 percent in the year 2020 (based on 2006 numbers), the equivalent, the council says, of pulling 450,000 cars off the road.

The council, which says it represents more than 60 percent of the book market, intends to shrink emissions by 80 percent in 2050. While individual publishers have set environmental goals, the council's announcement marks a broader industry commitment.

"I'm very pleased that our industry has set aggressive but achievable goals that will have tangible benefits and will surely set a precedent for other industries," Pete Datos, chair of the council's climate subcommittee and vice president for inventory and procurement at the Hachette Book Group USA, said in a statement.

No specific plans have been established, but the council cited some possible roads to reductions: increased use of recycled fiber, greater energy efficiency in office buildings, fewer destroyed books that end up in landfills and using market research and digital technology to reduce the number of unsold books returned to publishers (long a desired, but elusive goal for the industry).

"The tools at our disposal have dramatically improved — providing better insight to improve our forecasts, reducing lead times to get books printed and distributed faster, and increasing our flexibility to print just the "right" quantities," Datos said.

The council has yet to take a stand on e-books, saying that the benefits of saving paper may be offset by the possible toxic effects of electronic devices.

The council was formed last year and its coordinators include the Green Press Initiative, an environmental organization that works with book and newspaper publishers, and the Book Industry Study Group, a publishing industry trade association.

Album Kuliah Umum Design, Publishing & Digital Printing [1]


[foto:dok.TGP-PNJ]
klik gambar untuk view fullpage